السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

,,,"Salam Sukses",,,

Sabtu, 23 April 2011

CINTA KEPADA ALLAH DAN RASUL-NYA


“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cinta kepada Allah. Dan jika orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan Allah amat berat siksaan-Nya.” (Al-Baqarah : 165)
Salah satu pembuktian iman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah cinta kepada-Nya melebihi cinta kepada siapapun juga, bahkan kecintaan kepada dirinya sendiri. Begitulah memang seharusnya sikap yang dimiliki orang-orang yang beriman.
Pada masa Rasulullah saw, banyak sekali contoh yang diperlihatkan oleh para sahabat tentang kecintaan mereka yang lebih tinggi kepada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya. Di antara contoh itu adalah terjadi pada diri seorang sahabat yang bernama Jabir. Secara fisik kata orang dia tidak ganteng, dan secara ekonomi dia miskin. Ketika Rasul menawarkannya untuk menikah, dia menyatakan kesedihan meskipunsemula dia tidak yakin akan adanya wanita yang mau menikah kepadanya dan tidak yakin juga ada orang tua yang mau menikahkan putrinya kepadanya. Dan ternyata, Rasul mempertemukan dirinya dengan seorang wanita yang tidak hanya solehah, tapi juga cantik, kaya dan keturunan bangsawan. Akan tetapi, beberapa hari sesudah pernikahan, ketika dating panggilan jihad, maka dia tidak segan-segan mendaftar kepada Rasul untuk menjadi pasukan perang lalu dia betul-betul berangkat kemedan jihad hingga dia mati syahid.
Inilah memang contoh orang yang mencintai Allah, Rasul dan jihad dijalan Allh melebihi cinta pada apapun dan siapapun sebagaimana yang Allah kehendaki di dalam firman-Nya dalam surat at-taubah ayat 24 yang intinya bahwa ”Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang yang fasiq.”
Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana cinta kepada yang lain, sama sekali tidak cukup kalau hanya dikatakan, tetapi juga harus dibuktikan dalam sikap dan perilaku. Itu sebabnya, ada cirri-ciri yang mesti ada pada orang yang memiliki rasa cinta, termasuk kepada Allah dan Rasul-Nya. Ciri-ciri cinta itu antara lain :
1.      Selalu ingat atau tidak pernah lupa dengan yang dicintainya. Kalau kita cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, maka kita pun selalu ingat kepada-Nya bahkan selalu menyebut nama-Nya. Di dalam istilah islam hal ini disebut dengan dzikir yang memang harus dilakukan dengan sebanyak-banyaknya. Allah berfirman dalam surat al-ahzab ayat 45-46: Hai nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.
Dengan selalu ingat kepada Allah dan Rasul-Nya, seorang muslim tidak akan menyimpang dari jalan Allah sebagaimana yang telah digariskan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
2.      Ciri orang yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya adalah rindu. Cinta memang bisa membuat orang rindu kepada orang yang dicintainya. Orang yang cinta kepada Allah tentu menjadi rindu kepada-Nya, sementara rindu membuat orang ingin bertemu dan bila sudah bertemu maka pertemuan itu akan terasa sangat mesra yang membuatnya tidak ingin cepat berpisah. Ini berarti bila seorang muslim betul-betul cinta kepada Allah, maka saat perjumpaan dengan-Nya merupakan perjumpaan yang mesra yang membuatnya tidak ingin cepat berpisah. Dan shalat merupakan salah satu bentuk pertemuan dengan Allah SWT. Itu berarti, maka orang yang cinta biasanya shalatnya dikerjakan dengan khusu’ dan tidak ingin cepat selesai. Smentara untuk melepas kerinduan bisa juga dilakukan dengan membaca surat-surat cinta dan dalam hubungan kepada Allah dan Rasul-Nya, al-Qur’an dan hadits merupakan surat cinta yang sangat mengasikkan untuk selalu dibaca dengan penuh penghayatan lalu diamalkan pesan-pesan yang terdapat didalamnya hingga kita memperoleh jalan yang lurus. Allah berfirman dalam surat al-isra’ ayat 9 :”sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan member khabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.”
3.      Ciri orang yang cinta adalah rela berkorban untuk orang yang dicintai. Begitu pula cinta denga Allah dan Rasul-Nya, tiada cinta tanpa pengorbanan. Ajaran yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya harus ditegakkan dan untuk menegakkannya tentu saja harus dengan pengorbanan. Tidak hanya pengorbanan harta, tapi juga pengorbanan jiwa dan segala potensi yang dimiliki. Itulah yang memang harus dialkukan bila kita ingin meraih surge dan terhindar dari azab neraka. Allah berfirman dalam surat ash-shaff ayat 10-11: “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
4.      Ciri orang yang cinta adalah selalu menyesuaikan diri dengan kehendak orang yang dicintanya, maka orang yang cinta umumnya selalu menuruti keinginan orang yang dicintainya, bila tidak maka kesungguhan masih perlu dipertanyakan. Demikian pula dengan cinta kepada Allah, orang yang cinta kepada Allah tentu saja harus menyesuaikan diri dengan kehendak Allah, ini berarti apapun yang Allah perintahkan harus dilaksanakan dengan semangat ketaatan yang tiada terkira. Allah berfirman dalam surat an-nur ayat 51: “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan “kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Selanjutnya untuk bisa menyesuaikan dengan kehendak Allah dan Rasul-Nya, maka setiap kita dituntut untuk meneladani atau mengikuti Rasulullah saw dalam kehidupan ini. Allah berfirman dalam surat Ali-Imran ayat 31: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah maha pengampun lagi maha penyayang.”
5.      Ciri orang yang cinta adalah adanya perasaan cemburu sehingga apabila yang dicintai itu diganggu orang, maka dia siap melakukan pembelaan. Ini berarti apabila kita cinta kepada Allah dan Rasul-Nya juga demikian dan apabila ajaran atau agama islam yang diturunkan kepada rasul-Nya diganggu, dilecehkan, dan dihina oleh manusia, maka kita siap melakukan pembelaan.
Kemungkinan adanya orang yang selalu menunjukkan ketidaksukaan mereka kepada Islam dan umat islam, memang sudah dikemukakan Allah di dalam al-Qur’an diantaranya dalah terdapat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 217: “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah: “berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) nasjidil haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) disisi Allah”(jika kita ikuti pendapat Ar-Razy, maka terjemah ayat diatas adalah sebagai berikut: Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, dan (adalah berarti) menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah dan (menghalangi manusia dari) masjidil haram. Tetapi mengusir penduduknya dari masjidil haram (mekah) lebih besar lagi (dosanya) disisi Allah.” Pendapat ini mungkin berdasarkan pertimbangan, bahwa mengusir nabi dan sahabat-sahabatnya dari masjidil haram sama dengan menumpas agama islam. Dan berbuat fitnah (fitnah disini berarti penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksudkan untuk menindas islam dan muslimin) lebih besar dosanya dari pada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka dapat mengembalikan kamu dari agamamu kepada kekafiran, seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.

Kesimpulannya bahwa, Allah telah menanamkan rasa cinta kedalam hati setiap manusia. Kecintaan kita kepada siapapun dan apapun juga tidak dilarang selam dalam kerangka kebenaran. Itupun tidak boleh melebihi kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya.




Ilmu Kalam : Aliran Khawarij

A.    Latar Belakang Kemunculan Aliran Khawarij
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu خرج  yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Adapun yang diamksud khawarij menurut terminology adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Tholib yang keluar meninggalakn barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan khalifah Ali yang menerima albitrase (tahkim), dalam Perang Shiffin pada tahun 37H/648M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah.[1]
Kelompok khawarij pada mulanya memandang khalifah Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at oleh mayoritas umat islam, sementara Mu’awiyah berada di pihak yang salah karena menentang dan mberontak khalifah yang sah. Khawarij ini muncul setelah perang Shiffin antara pasukan Ali dengan pasukan Mu’awiyah. Peperangan ini diakhiri dengan gencatan senjata, untuk mengadakan perundingan damai antara kedua belah pihak. Golongan khawarij adalah pengikut Ali yang tidak setuju dengan perundingan tersebut. Mereka memisahkan dari pihak Ali, dan jadilah penentang Ali dan Mu’awiyah. Mereka mengatakan Ali tidak konsekuwen dalam membela kebenaran.
Selain itu, mereka menanamkan dirinya kaum Khawarij dengan arti orang-orang yang keluar pergi perang untuk menegakan kebenaran. Kaum Khawarij juga kadang-kadang menamakan diri mereka “Kaum Syurah” artinya kaum yang mengorbankan dirinya untuk kepentingan kerodhoan Allah.[2]
B.     Doktrin-Doktrin Pokok Khawarij
Diantara doktrin-doktrin pokok Khawarij adalah sebagai berikut ini.[3]
1.      Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
2.      Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak untuk menjadi khalifah apabila memeneuhi syarat.
3.      Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at islam. Ia harus dijatuhkan ataupun dibunuh kalau melakukan kezaliman.
4.      Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, Utsman) adalah sah. Tetapi setelah tahun ketujuh kekhalifhannya, Utsman ra dianggap telah menyeleweng.
5.      Khalifah Ali adalah sah. Tetapi setelah terjadi albitrase (tahkim), ia dianggap menyeleweng.
6.      Mu’awiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan sudah menjadi kafir.
7.      Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.
8.      Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslin dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia harus menanggung beban ia harus dilenyapkan pula.
9.      Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena dalam dar-al-harb (Negara musuh), sedangkan mereka sendiri hidup dalam dar al-Islam (Negara Islam).
10.  Seorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
11.  Adanya wa’ad dan wa’id (orang baik harus masuk surga, sedangkan orang jahat harus masuk neraka).
12.  Amar ma’ruf nahi munkar.
13.  Memalingkan ayat-ayat al-Qur’an yang tampak mutasabihat (samar).
14.  Qur’an adalah makhluk.
15.  Manusia bebas memutuskan perbuatannya yang bukan dari Tuhan.
Bila diananlisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan oleh khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategori utama; politik, teologi, dan social. Dari poin 1 sampai dengan poin 7 diketegorikan sebagai doktrin politik sebab membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepala Negara (khalifah).
Khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik. Politik ternyata merupakan doktrin sentral Khawarij yang timbul sebagai reaksi terhadap keberadaan Muawiyah yang secara teoritis tidak pantas memimpin sebuah Negara Islam, karena ia seorang tulaqa. Kebencian ini bertambah dengan kenyataan bahwa keislaman Muawiyah belum lama.
Sedangkan doktrin teologi atau pemikiran kalam Khawarij pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yaitu doktrin politik. Radikalitas itu sangat dipengaruhi oleh sisi budaya mereka yang juga radikal serta asal usul mereka yang berasal dari suku Baduwi dan pengembara padang pasir tandus. Hal ini menyebabkan watak dan pola pikir mereka menjadi keras,  berani, tidak bergantung pada orang lain, dan bebas.
Adapun poin-poin berikutnya yakni dari poin 10 sampai 15, dapat dikategorikan sabagai doktrin teologi social. Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok Khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan aliran Mu’tazilah, meskipun kebeneran adanya doktrin ini dalm wacan kelompok Khawarij patut dikaji lebih mendalam.
C.    Perkembangan Khawarij
Khawarij telah menjadikan imamah-khilafah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok Khawarij menyebabkan mereka sangat rentan pada perpecahan, baik secara internal kaum Khawarij sendiri, maupu secara eksternal dengan sesame kelompok Islam lainnya.para pengamat berbeda pendapat tentang jumlah sekte yang terbentuk akibat perpecahan yag terjadi dalm tubuh Khawarij. Al-Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah terpecah menjadi 18 subsekte. Adapun, Al-Asfarayani mengatkan sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte. [4]
Namun, terlepas dari semua pendapat tersebut, para pengamat tersebut sepakat bahwa subsekte Khawarij yang besar terdiri dari beberapa macam saja, yaitu;[5]
1.        Al-Muhakkimah
Sekte ini adalah golongan Khawaruj asli dari pengikut Ali. Bagi mereka, Ali, Mu’awiyah, kedua orang yang menjadi pengantara ‘Amr bin Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari dan semua orang yang menyetujui albitrase bersalah dan menjadi kafir. Selanjtnya, hokum kafir ini mereka luaskan artinya sehingga termasuk kedalamnya setiap orang yang melakukan dosa besar. Berbuat zina dan membunuh dipandang sebagi dosa besar. Maka, perbuatan zina dan membunuh membuat seorang keluar dari islam dan menjadi kafir.
2.        Al-Azriqah
Subsekte ini sikapnya lebih radikal dari al-Muhakkimah. Mereka tidak lagi memakai term kafir, tetapi term musyrik atau polytheist. Dan dalam islam, musyrik dan polutheist merupakan dosa yang terbesar, lebih besar dari kufur.
Selanjutnya, yang dipandang musyrik adalah semua orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka. Bahkan yang sefahampun apabila tidak mau berhijrah ke lingkungan Al-Azriqah juga dianggap musyrik. Menurut mereka, hanya merekalah yang sebenarnya orang Islam. Orang Islam di luar lingkungan mereka adalah orang musyrik  yang harus diperangi.
Anak-anak diluar golongan mereka, dihukumkan musyrik dan kekal di dalam neraka. Mereka boleh membunuh anak-anak dan isteri-isteri yang bukan Azariqah.  
3.        An-Nadjat
Subsekte ini berlainan dengan dua golongan diatas, mereka berpendapat bahwa orang yang berdoasa besar menjadi kafir dan kekal di dalam neraka hanyalah orang Islam yang tak sefaham dengan mereka,. Adapun pengikutnya jika mengerjakan dosa besar, betul akn mendapat siksaan, tetapibuka musyrik, dan akan masuk ke dalam surge setelah mengalami siksaan. Dosa kecil bagi mereka akan menjadi dosa besar, kalau dikerjakan terus menerus dan yang mengerjakannya sendiri menjadi musyrik,
Dalam kalangan Khawarij, golongan ini kelihatanya yang pertama yang membawa faham Taqiah, yaitu merahasiakan dan tidak menyatakan keyakinan untuk keamanan diri seseorang. Taqiah, menurut pendapat mereka, bukan hanya dalam bentuk perkataan, tetapi juga dalm bentuk perbuatan. Jadi seseorang boleh mengucapkan kata-kata dan boleh melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin menunjukan bahwa pada lahirnya ia bukan orang Islam, tetapi pada hakikatnya ia tetap menganut agama Islam.  
4.        Al-Ajaridah
Kaum Ajaridah bersikap lebih lunak, menurut mereka berhijrah bukan lah suatu kewajiban, tetapi hanya sebuah kebajikan. Jadi, pengikut Ajaridah boleh tinggal di luar daerah kekuasaan mereka dengfan tidak dianggap menjadi kafir,
Selanjutnya, kaum Ajaridah menganut faham puritanisme. Surah Yusuf dalam al-Qur’an membawa cerita cinta dan al-Qur’an. Sebagai kitab suci, kat mereka, tidak mungkin mengandung cerita cinta. Oleh karena itu, mereka tidak mengakui Surah Yusuf sebagai bagian dari al-Qur’an.
5.        Al-Abadiyah
Menurut mereka, haram memakan makanan Ahli Kitab. Mereka juga mewajibkan mengqadha puasa kepada orang yang bermimipi dalam keadan berpuasa waktu tidur siang hari di bulan ramadhan. Selain itu pula, mereka memperbolehkan tayamum walaupun ada air dan dapat memakai air. Semua yang menentang faham ini dihukumkan menjadi kafir.
6.        As-Syufriyah
Faham golongan ini hampir sama dengan faham golongan al-Azriqah dan oleh karena itu juga merupakan golongan yang ekstrim. Hanya saja da beberpa pendapat mereka yang sedikit berbeda dengan golongan lain seperti; orang Sufriyah yang tidak berhijrah tidak dipandang kafir, mereka tidak sependapat bahwa anak-anak kaum musyrik boleh dibunuh. Selanjutnya tidak semua mereka berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar menjadi musyrik. Selain itu, menurut mereka kufr itu ada dua yaitu kufr nikmat dan kufr atas Tuhan.
Lebih spesifik lagi, bagi mereka Taqiah hanya boleh dalam bentuk perkataan dan tidak dalam bentuk perbuatan. Tetapi sungguhpun demikian, wanita islam boleh menikah dengan laki-laki kafir di daerah yang bukan islam.
7.        Al-Ibadah
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari semua golongan Khawarij. Faham moderat mereka dapat dilihat dari ajaran-ajaran mereka seperti; orang islam yang tak sefaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukan lah musyrik, tetapi kafir. Dengan orang islam yang demikian boleh diadakan hubungan perkawinan dan hubungan warisan. Mengerjakan dosa besar tidak membuat orang keluar dari islam. Selanjutnya, yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan senjata. Emas dan perak harus dikembalikan kepada orang yang empunya.
Semua aliran yang bersifat radikal pada perkembangan selanjutnya dikategorikan sebagai aliran Khawarij, selama di dalamnya ada indikasi doktrin yang identik dengan aliran ini. Berkenaan dengan persoalan ini. Harun Nasution mengidentifikasikan beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran Khawarij, yaitu sebagai berikut:[6]
1.        Mudah mengkafirkan orang yang tidak sefaham dengan golongan mereka walaupun orang itu adalah penganut Islam.
2.        Islam yang benar adalah islam yang mereka yakini dan amalkan, sedangkan Islam sebagaimana yang difahami dan diamalkan golongan lain adalah tidak benar.
3.        Orang-orang Islam yang tersesat perlu dibawa kembali ke Islam yang sebenarnya, seperti Islam yang seperti mereka fahami.
4.        Karena pemerintah dan ulam yang tidak sefaham dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih pemimpin imam dari dari golongan mereka sendiri, yakni imam dalam arti pemuka agama dan pelaksana pemerintahan.
5.        Mereka bersifat fanatic dalam faham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan membunuh untuk mencapi tujuan mereka.

[1] . Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. UI. Press. Hlm 11.
[2] . Sirajuddin Abbas, I’tikad Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Jalarta. Pustaka Tarbiyah. Hlm 155.
[3] . Abdul Rozak, Ilmu Kalam. Bandung. Pustaka Setia. Hlm 51-52.
[4] . Abdul Rozak, Ilmu Kalam. Pustaka Setia. Hlm. 54.
[5] . Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. UI Press. Halm 13-20.
[6]. Abdul Rozak. Op Cit. Hlm. 55-56

Jumat, 22 April 2011

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN INTELEGENSI


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN INTELEGENSI

Kita telah melihat bahwa kecerdasan adalah suatu konsep yang memerlukan pemikiran yang cermat dengan adanya beragam definisi, tes, dan teori. Tidaklah mengejutkan bahwa usaha-usaha untuk memahami konsep kecerdasan dipenuhi dengan kontroversi. Salah satu area paling kontroversial dalam studi tentang kecerdasan terpusat pada isu sejauh apa kecerdasan dipengeruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.

1.      Faktor Genetik (Pembawaan)
Menurut teori nativisme, anak sejak lahir telah membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu. Sifat-sifat dan dasar-dasar yang dibawa sejak lahir itu dinamakan sifat-sifat pembawaan. Sifat pembawaan ini mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan individu termasuk perkembangan intelegensinya. Menurut teori ini pendidikan dan lingkungan hampir tidak ada pengarunya terhadap perkembangan itelegensi anak. Akibatnya para ahli pengikut aliran nativisme mempunyai pandangan yang pesimistis terhadap pengaruh pendidikan.[1]
Genetik (pembawaan lahir) sangat mempengaruhi perkembangan intelegensi seseorang. Arthur Jensen (1969) berpendapat bahwa kecerdasan pada umumnya diwariskan dan lingkungan hanya berperan minimal dalam mempengaruhi kecerdasan. Jensen meninjau riset tentang kecerdasan, yang kebanyakan melibatkan perbandingan-perbandingan skor tes IQ pada anak kembar identik dan kembar tidak identik. Pada anak kembar identik, korelasi rata-rata skor tes kecerdasan sebesar 0,82, hal ini menunjukkan asosiasi positif yang sangat tinggi. Sedangkan untuk anak kembar yang tidak identik, korelasi rata-rata skor tes kecerdasannya sebesar 0,50 yang menunjukkan korelasi positif yang cukup tinggi. Jadi, berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Arthur Jensen tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan diturunkan secara genetik.[2]
Untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh genetik terhadap perkembangan intelegensi anak, dapat kita lihat pada konsep heritabilitas. Heritabilitas adalah bagian dari variansi dalam suatu populasi yang dikaitkan dengan faktor genetik. Indeks heritabilitas di hitung menggunakan teknik korelasional. Jadi, tingkat paling tinggi dari heritabilitas adalah 1,00, korelasi 0,70 keatas mengindikasikan adanya pengaruh genetik yang kuat. Sebuah komite, yang terdiri dari peneliti-peneliti terhormat yang dihimpun American Psychological Association, menyimpulkan bahwa pada tahap remaja akhir, indeks heritabilitas kecerdasan kira-kira 0,75, hal ini mengindikasikan adanya pengaruh genetik yang kuat terhadap perkembangan intelegensi.[3]
Indeks heritabilitas mengasumsikan bahwa kita dapat memperlakukan pengaruh-pengaruh lingkungan dan genetika sebagai faktor-faktor yang terpisah, di mana tiap-tiap bagian memberi kontribusi berupa sejumlah pengaruh yang unik. Faktor genetik dan faktor lingkungan selalu bekerja bersama-sama, gen selalu ada dalam suatu lingkungan dan lingkungan mempertajam aktivitas gen.

2.      Faktor Lingkungan
Menurut teori empirisme manusia tidak memiliki pembawaan hidupnya sejak lahir sampai dewasa semata-mata ditentukan oleh faktor lingkungan hidup dan pendidikan. Menurut teori ini segala sesuatu yang terdapat pada jiwa manusia dapat diubah oleh pendidikan. Watak, sikap dan tingkah laku manusia dianggapnya bisa dipengaruhi seluas-luasnya oleh pendidikan. Pendidikan dipandang mempunyai pengaruh yang tidak terbatas.[4]
Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan intelegensi seseorang. Hal ini berdasarkan hasil studi yang dilakukan para peneliti dengan melakukan kunjungan dan observasi kerumah-rumah, seberapa ekstensifnya para orang tua (dari keluarga profesional yang kaya-raya hingga keluarga profesional yang berpendapatan menengah) berbicara dan berkomunikasi dengan anak-anak mereka yang masih belia. Hasilnya menunjukkan bahwa orang tua yang berpendapatan menengah lebih banyak berkomunikasi dengan anak-anak mereka yang masih belia dibandingkan dengan orang tua dari kalangan kaya-raya. Berdasarkan hail studi tersebut menunjukkan bahwa semakin sering orang tua berkomunikasi dengan anak-anak mereka, skor IQ anak-anak tersebut semakin tinggi.[5]
Selain itu, lingkungan sekolah juga mempengaruhi perkembangan intelegensi seseorang. Anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan formal dalam jangka waktu yang lama akan mengalami penurunan IQ. Hal ini berdasarkan hasil studi terhadap anak-anak di Afrika Selatan yang mengalami penundaan bersekolah selama empat tahun menemukan adanya penurunan IQ sebesar lima poin pada setiap tahun penundaan.[6]
Seorang peneliti dari Universitas Colombia Prof. Irving Lorge (1945) mengungkapkan bahwa IQ seseorang berhubungan dengan tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula skor IQ-nya.[7]
Pengaruh lain dari pendidikan dapat dilihat pada peningkatan pesat skor tes IQ di seluruh dunia. Skor IQ meningkat sangat cepat sehingga orang-orang yang dianggap memiliki kecerdasan rata-rata pada abad sebelumnya akan menjadi orang-orang yang dianggap memiliki kecerdasan di bawah rata-rata di abad ini. Karena peningkatan tersebut terjadi dalam waktu relatif singkat, hal itu tidak mungkin diakibatkan oleh faktor keturunan. Peningkatan ini di mungkinkan karena meningkatnya tingkat pendidikan yang diperoleh sebagian besar populasi didunia, atau karena faktor-faktor lingkungan yang lain seperti ledakan informasi yang dapat diakses orang-orang di seluruh dunia.[8]
Banyak orang tua dengan pendapatan yang rendah memiliki kesulitan menyediakan lingkungan yang secara intelektual menstimulasi anak-anak mereka. Program-program yang mendidik orang tua untuk menjadi pengasuh yang lebih sensitif dan guru yang lebih baik, serta adanya layanan dukungan seperti program-program pengasuhan anak berkualitas, dapat membuat perbedaan dalam perkembangan intelektual anak.





[1] Wahab, Rohmalina. Psikologi Pendidikan. Cet. II. Palembang : IAIN Raden Fatah Press, 2008 hlm. 83
[2] John W. Santrock. Perkembangan Anak. Jilid. I. (Edisi Kesebelas). Jakarta : Erlangga, 2007 hlm. 327        
[3] Ibid, hlm. 328.
[4] Wahab, Rohmalina. Op cit. hlm. 84
[5] John W. Santrock. Op cit. hlm. 329
[6] Ibid. Hlm. 329
[7] Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Cet. V. Jakarta : Rineka Cipta, 2006 hlm. 154
[8] John W. Santrock . Op cit. hlm. 329