السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

,,,"Salam Sukses",,,

Jumat, 22 April 2011

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN INTELEGENSI


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN INTELEGENSI

Kita telah melihat bahwa kecerdasan adalah suatu konsep yang memerlukan pemikiran yang cermat dengan adanya beragam definisi, tes, dan teori. Tidaklah mengejutkan bahwa usaha-usaha untuk memahami konsep kecerdasan dipenuhi dengan kontroversi. Salah satu area paling kontroversial dalam studi tentang kecerdasan terpusat pada isu sejauh apa kecerdasan dipengeruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.

1.      Faktor Genetik (Pembawaan)
Menurut teori nativisme, anak sejak lahir telah membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu. Sifat-sifat dan dasar-dasar yang dibawa sejak lahir itu dinamakan sifat-sifat pembawaan. Sifat pembawaan ini mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan individu termasuk perkembangan intelegensinya. Menurut teori ini pendidikan dan lingkungan hampir tidak ada pengarunya terhadap perkembangan itelegensi anak. Akibatnya para ahli pengikut aliran nativisme mempunyai pandangan yang pesimistis terhadap pengaruh pendidikan.[1]
Genetik (pembawaan lahir) sangat mempengaruhi perkembangan intelegensi seseorang. Arthur Jensen (1969) berpendapat bahwa kecerdasan pada umumnya diwariskan dan lingkungan hanya berperan minimal dalam mempengaruhi kecerdasan. Jensen meninjau riset tentang kecerdasan, yang kebanyakan melibatkan perbandingan-perbandingan skor tes IQ pada anak kembar identik dan kembar tidak identik. Pada anak kembar identik, korelasi rata-rata skor tes kecerdasan sebesar 0,82, hal ini menunjukkan asosiasi positif yang sangat tinggi. Sedangkan untuk anak kembar yang tidak identik, korelasi rata-rata skor tes kecerdasannya sebesar 0,50 yang menunjukkan korelasi positif yang cukup tinggi. Jadi, berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Arthur Jensen tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan diturunkan secara genetik.[2]
Untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh genetik terhadap perkembangan intelegensi anak, dapat kita lihat pada konsep heritabilitas. Heritabilitas adalah bagian dari variansi dalam suatu populasi yang dikaitkan dengan faktor genetik. Indeks heritabilitas di hitung menggunakan teknik korelasional. Jadi, tingkat paling tinggi dari heritabilitas adalah 1,00, korelasi 0,70 keatas mengindikasikan adanya pengaruh genetik yang kuat. Sebuah komite, yang terdiri dari peneliti-peneliti terhormat yang dihimpun American Psychological Association, menyimpulkan bahwa pada tahap remaja akhir, indeks heritabilitas kecerdasan kira-kira 0,75, hal ini mengindikasikan adanya pengaruh genetik yang kuat terhadap perkembangan intelegensi.[3]
Indeks heritabilitas mengasumsikan bahwa kita dapat memperlakukan pengaruh-pengaruh lingkungan dan genetika sebagai faktor-faktor yang terpisah, di mana tiap-tiap bagian memberi kontribusi berupa sejumlah pengaruh yang unik. Faktor genetik dan faktor lingkungan selalu bekerja bersama-sama, gen selalu ada dalam suatu lingkungan dan lingkungan mempertajam aktivitas gen.

2.      Faktor Lingkungan
Menurut teori empirisme manusia tidak memiliki pembawaan hidupnya sejak lahir sampai dewasa semata-mata ditentukan oleh faktor lingkungan hidup dan pendidikan. Menurut teori ini segala sesuatu yang terdapat pada jiwa manusia dapat diubah oleh pendidikan. Watak, sikap dan tingkah laku manusia dianggapnya bisa dipengaruhi seluas-luasnya oleh pendidikan. Pendidikan dipandang mempunyai pengaruh yang tidak terbatas.[4]
Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan intelegensi seseorang. Hal ini berdasarkan hasil studi yang dilakukan para peneliti dengan melakukan kunjungan dan observasi kerumah-rumah, seberapa ekstensifnya para orang tua (dari keluarga profesional yang kaya-raya hingga keluarga profesional yang berpendapatan menengah) berbicara dan berkomunikasi dengan anak-anak mereka yang masih belia. Hasilnya menunjukkan bahwa orang tua yang berpendapatan menengah lebih banyak berkomunikasi dengan anak-anak mereka yang masih belia dibandingkan dengan orang tua dari kalangan kaya-raya. Berdasarkan hail studi tersebut menunjukkan bahwa semakin sering orang tua berkomunikasi dengan anak-anak mereka, skor IQ anak-anak tersebut semakin tinggi.[5]
Selain itu, lingkungan sekolah juga mempengaruhi perkembangan intelegensi seseorang. Anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan formal dalam jangka waktu yang lama akan mengalami penurunan IQ. Hal ini berdasarkan hasil studi terhadap anak-anak di Afrika Selatan yang mengalami penundaan bersekolah selama empat tahun menemukan adanya penurunan IQ sebesar lima poin pada setiap tahun penundaan.[6]
Seorang peneliti dari Universitas Colombia Prof. Irving Lorge (1945) mengungkapkan bahwa IQ seseorang berhubungan dengan tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula skor IQ-nya.[7]
Pengaruh lain dari pendidikan dapat dilihat pada peningkatan pesat skor tes IQ di seluruh dunia. Skor IQ meningkat sangat cepat sehingga orang-orang yang dianggap memiliki kecerdasan rata-rata pada abad sebelumnya akan menjadi orang-orang yang dianggap memiliki kecerdasan di bawah rata-rata di abad ini. Karena peningkatan tersebut terjadi dalam waktu relatif singkat, hal itu tidak mungkin diakibatkan oleh faktor keturunan. Peningkatan ini di mungkinkan karena meningkatnya tingkat pendidikan yang diperoleh sebagian besar populasi didunia, atau karena faktor-faktor lingkungan yang lain seperti ledakan informasi yang dapat diakses orang-orang di seluruh dunia.[8]
Banyak orang tua dengan pendapatan yang rendah memiliki kesulitan menyediakan lingkungan yang secara intelektual menstimulasi anak-anak mereka. Program-program yang mendidik orang tua untuk menjadi pengasuh yang lebih sensitif dan guru yang lebih baik, serta adanya layanan dukungan seperti program-program pengasuhan anak berkualitas, dapat membuat perbedaan dalam perkembangan intelektual anak.





[1] Wahab, Rohmalina. Psikologi Pendidikan. Cet. II. Palembang : IAIN Raden Fatah Press, 2008 hlm. 83
[2] John W. Santrock. Perkembangan Anak. Jilid. I. (Edisi Kesebelas). Jakarta : Erlangga, 2007 hlm. 327        
[3] Ibid, hlm. 328.
[4] Wahab, Rohmalina. Op cit. hlm. 84
[5] John W. Santrock. Op cit. hlm. 329
[6] Ibid. Hlm. 329
[7] Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Cet. V. Jakarta : Rineka Cipta, 2006 hlm. 154
[8] John W. Santrock . Op cit. hlm. 329

Tidak ada komentar:

Posting Komentar